Berperahu menuju dermaga mimpi.
Anak cabang Kali Surabaya dan pecahan Kali Brantas yang membelah kota Surabaya sepanjang 15 kilometer ini, sempat menjadi primadona dan urat nadi perekonomian warga Surabaya. Kenangan masa lalu bahwa noni-noni Belanda dan warga Surabaya naik perahu untuk sekadar beli makanan atau mampir di Taman Bunga Kayoon susah dibayangkan lagi.
Sulit pula memimpikan tepian Kalimas yang rindang oleh pepohonan, airnya yang jernih, dan ramainya sungai oleh lalu lalang perahu-perahu rakyat membawa sayur-sayuran, buah-buahan, bahkan pakaian. Kini, aktivitas Kalimas hanya tinggal di bagian muara, yaitu Pelabuhan Pelayaran Rakyat. Pelabuhan tradisional itu berada di antara Pelabuhan Tanjung Perak dan Markas Komando Armada RI Kawasan Timur.
Sayang, pengelolaan pelabuhan tradisional itu terkesan asal-asalan. Kalimas dengan Pelra Kalimas masih berpotensi dikelola, ditata, dan dikembalikan kejayaan dan keindahannya. Tujuannya, mengembalikan semangat warga Surabaya agar mencintai Kalimas, jalan air yang sangat khas yang tidak ada duanya di Indonesia ini.
Meski ada pintu air Gubeng (Dam Kalimas), dekat Monumen Kapal Selam, perahu masih bisa lalu lalang dari awal sungai di kawasan Wonokromo sampai muara di Pelabuhan Penyeberangan Ujung. Ada dua kanal atau perlintasan khusus, namun pintu airnya sudah rusak dan diganti dengan pintu air tunggal sehingga tidak bisa difungsikan lagi.
Pintu itu terletak di bagian timur bangunan pintu air. Pintu perahu itu tidak pernah digunakan lagi karena memang perahu sudah sangat jarang terlihat di Kalimas. Pintu itu bisa dilebarkan agar tidak hanya perahu kecil atau lazim disebut ketinting yang bisa lalu lalang, tetapi juga perahu yang lebih besar. Jika pintu beroperasi kembali, ada peluang perahu-perahu bisa dioperasikan sebagai sarana transportasi alternatif.
Memang pernah terbersit keinginan untuk merevitalisasi Kalimas. PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) dan Pemkot Surabaya yang memiliki ide untuk itu. PT Pelabuhan Indonesia III berencana merevitalisasi Pelra Kalimas sepanjang 600 meter yang terletak di antara Pos IV dan Pos V. Revitalisasi dirasa tepat untuk pengembangan potensi pariwisata sungai, yakni kafe tenda, restoran terapung, perahu atau sepeda air, pusat jajanan serba ada, dan gedung kesenian.
Revitalisasi tidak menyangkut normalisasi lebar sungai, melainkan upaya pengerukan. Kedalaman ideal yang dibutuhkan 2-2,5 meter. Sementara, beberapa jembatan yang sangat rendah memang harus ditinggikan. Bila itu mampu dicapai, festival perahu tradisional Ujunggaluh di Kalimas akan lebih semarak lagi.
Adapun Pemkot Surabaya berencana merevitalisasi Kalimas dari kawasan Wonokromo sampai Jembatan Merah. Sebenarnya, keberadaan Kalimas, Pelra Kalimas, dan Kota Surabaya boleh dibilang identik. Kenyataan itu sekiranya terjadi pada tiga abad lalu saat Surabaya masih bernama Ujunggaluh. Pada abad ke-18, Kalimas terkenal sebagai kawasan pelabuhan terkemuka di Nusantara.
Inilah daya tarik Surabaya yang belum digarap secara maksimal. Selain itu, membebaskan kawasan bantaran sungai dari berbagai aktivitas juga bukan tindakan tepat. Seharusnya para penguasa ini belajar dari konsep Venesia, bahkan negara seperti China mampu melakukan dengan baik. Kawasan seperti Sucho di sebelah utara Shanghai bahkan sangat dikenal sebagai karena kanal-kanal sungai yang bersih. Singapura yang mungil juga bisa mendayagunakan sungai sebagai tempat makan yang eksotis di tepi sungai tanpa harus main gusur.
Untuk menggapai kenyamanan seperti itu, kata Dwi Djaja W, Kasubid Lingkungan Hidup dan tata Ruang Wilayah Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, sudah dikonsepsikan model revitalisasinya. Setidaknya ada delapan kawasan yang menjadi proyek pengembangan. Diantaranya mulai dari kawasan Jembatan Petekan, Jembatan Merah, Jembatan Jalan Jagalan sampai Jalan Pasar Besar, Jalan Peneleh, Monkasel dan Plasa Surabaya, Pusat makanan dan olahraga air Kayun, perkempungan tepi sungai Dinoyo, kawasan hijau dan ruang publik di sekitar Jembatan BAT, dan pintu air Ngagel Jagir.
Sepanjang tepi sungai itu, lanjutnya, akan dilakukan penataan dan pengubahan orientasi bangunan tepi sungai, penanganan atau peningkatan kualitas air sungai, perbaikan ekosistem sungai, pembangunan ruang terbuka hijau seperti taman dan hutan kota, penataan jaringan utilitas, penertiban hunian liar, penyediaan fasilitas umum seperti tiolet dan sebagainya.Di kawasan Jembatan Merah sampai Petekan akan dilakukan konservasi bangunan lama bersejarah di tepi sungai. Di beberapa tempat dibangun dermaga, halte dan lain-lain, seperti di Ngagel, Dinoyo, Peneleh, Jagalan dan Nyamplungan. Dibangun pula ruang-ruang publik, taman bermain dan tempat kongkow di sepanjang tepi sungai, seperti di Peneleh, Petekan, Ngagel, dan area Monkasel. Di Kayun, Dinoyo, Jembatan Merah dan lain-lain akan dibangun pedestrian, plengsengan, dan pintu air. Tentu dengan kelengkapan lampu penerangan sepanjang tepi sungai, sehingga akan tampak lebih indah di malam hari. –hm
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar