Memasuki kawasan kebun yang terhampar apik di perkebunan unit usaha strategis Kendenglembu, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, serta-merta menyirap kegerahan. Lambat tapi pasti, relung batin yang sumpek pun berpendar menjadi butiran-butiran romantis yang memanjakan. Sungguh, menyatu dengan alam rasanya bisa menjadi alat tukar ternyaman untuk mengobati kepenatan dan tekanan aktivitas sehari-sehari.
Ya. Berada di kawasan kebun yang menyuguhkan panorama ganda, yaitu kakao dan karet, terasa merenggut banyak bagian kehidupan kita yang hilang. Lalu, tiba-tiba saja kita takjub dengan keindahan alam. Tiba-tiba kita akrab dengan petani kebun yang sehari-hari menyadap karet atau memetik kakao. Tiba-tiba kita mabuk oleh suasana hening setiap saatnya.
Tapi, jangan terlelap dulu. Anda perlu jalan-jalan menyusuri banyak bagian di kawasan kebun, yang menawarkan ketakjuban lain. Karyawan kebun akan siap menyambut Anda di Besaran, salah satu bagian kebun (afdeling) yang menjadi pintu gerbang kebun Kendenglembu. Dari sini Anda sudah berhak tahu bahwa perkebunan Kendenglembu mula-mula dibuka oleh Belanda dengan nama Landbouw Maatschappij Onderneming David Bernie (LMOD).
Akhir 1957, perkebunan ini dinasionalisasi atau diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama PPN (Perusahaan Perusahaan Negara). Sejak itu, berkali-kali ganti nama menjadi PPN Kesatuan Jatim VII (1961), PPN Karet XVI (1963), PN XXVI (1968), PT Perkebunan XXVI (1971), Perkebunan Grup Jatim (1994). Dua tahun kemudian, pada 1996, menjadi PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) hingga sekarang.
Kini, perkebunan Kendenglembu memiliki dua komoditas utama, yaitu kakao dan karet. Dua tanaman ini dominan menghiasi kawasan kebun seluas 3.802 hektar. Luasan kebun itu terbagi dalam delapan afdeling, yaitu Besaran, Rejosari, Kaliputih, Gentengan, Kampung Anyar, Semampir, Pagergunung, Kampung Baru, Pabrik Kendenglembu, dan Pabrik Pagergunung. Hasil produksi dari tanaman menghasilkan, kata Ir Soewarno, Manajer Kebun Kendenglembu, antara lain; 647.642 kilogram karet dan 683.971 kilogram kakao jenis edel dan bulk (2005).
Pada 2006, hasil produksi itu diestimasikan akan meningkat mencapai 700.000 kilogram karet dan 640.900 kilogram kakao. Selain dua komoditas itu, sebenarnya ada tanaman kopi robusta. Namun, kata Soewarno, tanaman ini tidak lagi menjadi target pengembangan. Salah satu sebabnya, karena tanaman itu sudah tua usia dan hasilnya cenderung turun tiap tahunnya.
Wisata Pabrik
Setelah itu, karyawan kebun siap mengantar ke bagian lain yang Anda minati. Yang jelas, ada banyak aktivitas yang unik dan menarik di lingkungan ini. Seperti kegiatan penyadapan karet yang dilakukan petani sejak pagi buta hingga sekitar pukul sepuluh baru selesai. Atau, setelah itu, mengunjungi pabrik pengolahan karet.
Di sini, kita bisa melihat semua proses pengolahan karet dengan leluasa. Latex yang diambil dari kebun tadi dimasukkan ke bak-bak pembekuan. Dari situ dilakukan penggilingan untuk mendapatkan ketebalan tertentu, sebelum kemudian dikeringkan dengan proses pengasapan di tempat terpisah. Hasilnya belum tentu sama bagus, sehingga perlu disortir. Di tempat sortasi ini setidaknya memunculkan empat mutu sesuai standar. Hasil yang bagus bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan roda pesawat, dan sebagainya. Atau dipakai sebagai alas sepatu untuk mutu rendah.
Setelah puas melihat proses itu, tak ada salahnya melanjutkan kunjungan ke afdeling Pagergunung. Di area ini, pemandangan yang sama tak kalah menakjubkan. Kita bisa membaur dengan petani kebun dan melakukan pemetikan kakao. Di situ kita diajari bagaimana menentukan buah kakao yang masak, memilah dan menentukan kualitas biji. Satu buah kakao berisi 39-42 biji.
Biji paling bagus dan banyak dicari disebut edel (javacocoa). Biji ini dicirikan oleh warnanya yang cenderung cerah setelah dibelah. “Biji edel ini, di pulau Jawa, hanya ada di sini. Kebanyakan kebun kakao lainnya adalah bulk,” tukas Agus Susanto, Asisten tanaman afdeling Pagergunung. Biji kakao dengan kualitas bulk warnanya ungu. Dikatakan, kakao terbaik harganya mencapai tiga dolar Amerika per kilogram.
Proses yang dilalui tak hanya di situ. Kakao yang sudah dipilah dibawa ke pabrik untuk difermentasi selama 3-16 jam. Tahap berikutnya dilakukan perendaman, glontor, penjemuran, cocoa drier, sortasi dan pengepakan. Rasanya terlalu rumit untuk dibayangkan bila tak melihatnya secara langsung.
Tentu, selain menikmati keunikan proses pengolahan dua hasil produksi itu, kita bisa juga menyelami wisata kesejarahannya. Misalnya, begitu memasuki kawasan Besaran, kita temui jembatan kudung yang dibangun pada 1914. Selain juga ada wisma administratur yang kini menjadi kediaman manajer kebun. Ada pula mesin-mesin tua (mesin pembangkit) keluaran 1927 di pabrik. Sementara di Pagergunung ada rumah tua peninggalan Belanda. Ada pula makam anak Belanda yang di atas nisannya bertuliskan: “Hier Rust, Ons Adler Lieveling Broertje Herscheit, Geb 23 Maart 1919 Over 26 September 1922”.
Obyek-obyek sejarah ini diakui paling banyak menarik minat wisatawan asing, terutama dari Belanda. Tercatat, pada 2005, terdapat 735 kunjungan dari Belanda (721 orang) dan Belgia (14 orang). Tahun-tahun sebelumnya juga ada kunjungan dari Italia, Australia, Jerman, Perancis, RRC, dan Spanyol. Sementara kunjungan wisatawan lokal, tercatat hanya 16 orang. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri buat pengelola kebun.
Sampingan
Kawasan kebun tak hanya menawarkan pengalaman unik soal perkebunan. Karena, warga kebun juga melakukan kegiatan produktif lainnya. Dan itu menjadi dunia menarik tersendiri. Contoh ternak sapi sebagai usaha sampingan warga kebun. Dengan sistem gado, kini ada 802 ternak sapi yang dipelihara di lingkungan kebun Kendenglembu. Sistem gado artinya, pihak kebun menjadi stimulan dan warga sebagai pemeliharanya. Bila sapi dijual, hasilnya dibagi dua setelah dipotong modal.
Kesempatan menjadi penggado, sebenarnya terbuka untuk umum. Asal punya uang, siapa saja boleh berinvestasi di situ. Sapi yang dipelihara bukan hanya jenis lokal tapi juga jenis lain. Ada Limousin, Metal, Belanda, dan Berangos. Dari jenis-jenis unik itu, Limousin termasuk jenis unggul. Harganya bisa mencapai Rp 15 juta per ekor.
Ibu-ibu warga kebun tak mau ketinggalan. Sebagian ada yang memproduksi gula kelapa. Sehari mampu menghasilkan sekitar 30-35 kilogram dengan proses selama 6-7 jam. Sistem kemitraannya, tiap sepuluh pohon kelapa yang diambil niranya (bakal buah kelapa), yang di-deres oleh warga, ditukar dengan satu kilogram gula kelapa yang harganya Rp 2.725.
Selain membuka usaha sampingan semacam itu, pihak kebun juga tak lupa peduli dengan kesehatan dan pendidikan warganya. Kegiatan Posyandu tak pernah sepi. Empat pos yang ada selalu diserbu karyawan maupun masyarakat lingkungan kebun. Kata Yuti Handayani, ketua Posyandu yang juga isteri manajer kebun, bayi yang berhasil ditimbang mencapai 300 anak. Hasil pencapaian kenaikan timbangan, rata-rata sekitar 70 persen. Sementara untuk pendidikan, setidaknya ada sekolah-sekolah mulai SD hingga SMP.
Setelah puas menyaksikan semua obyek itu, saatnya kembali ke pondok. Anda bisa menginap di Wisma Kendenglembu yang berjumlah 12 kamar. Sambil selonjorkan kaki dan minum kopi, coba katupkan mata dan layangkan nostalgia. Sungguh suatu relaksasi yang romantis dan mengasyikkan. –hm
------oOo------
Jalur Nyaman Ke Kendenglembu
Lokasi agrowisata ini terletak sekitar 60 kilometer dari pusat kota Banyuwangi, atau 50 kilometer dari Jember. Berlokasi diantara dua kota seperti ini, menjadikan agrowisata kebun kakao dan karet sangat nyaman untuk tujuan wisata atau sekadar mampir ketika hendak menuju Bali atau sebaliknya. Karenanya, menuju lokasi ini dapat ditempuh melalui dua jalur.
Bagi Anda yang bertujuan wisata ke sini dari Surabaya, lebih mudah melalui Jember. Dari kota ini menuju lokasi, lebih dulu melewati Kalibaru. Sepanjang perjalanan Anda mesti hati-hati karena jalurnya berkelok-kelok di Gumitir. Setelah 15 kilometer perjalanan akan masuk Kecamatan Glenmore. Dari sebuah pertigaan, belok ke kanan dan sampailah di kawasan agrowisata Kendenglembu, setelah berjalan delapan kilometer.
Bila ditempuh dari arah Banyuwangi, Anda mesti melewati Kecamatan Genteng. Sehabis 25 kilometer perjalanan akan sampai di Glenmore. Dari sebuah pertigaan, belok ke kiri menyusuri jalan sepanjang delapan kilometer dan sampailah di kawasan kebun. Melewati delapan kilometer terakhir ini pengunjung langsung disuguhi pemandangan yang memanjakan mata di kiri-kanan jalan. Sehingga, perjalanan melewati jalanan berpasir dan berbatu akan tetap terasa nyaman saja.
Meski tak banyak papan penunjuk jalan, tak perlu kuatir salah jalur. Sebab, mengikuti jalan selebar 24 meter itu (jalan ini merupakan jalan tembus dari jalur lingkar selatan yang menghubungkan kota-kota di Jawa Timur), dengan sendirinya akan menggiring Anda sampai di lokasi, tepatnya di afdeling Besaran. Di sinilah bertempat kantor dan wisma penginapan. –hm
7 komentar:
Broertje Herscheit was my father's brother. I would love to know more about this article. Can someone please reply to me?
Thank you,
Paul Herscheit
greetings i'm charles filet,my grand father charles filet lived at kendeng lembu and my father gerrit filet lived at pager gunung and me to for a short time .i'm planning to visit in march 09,any contacts for kendeng lembu?
Hi Charles,
Unfortunately, I don’t have any current contacts. Based on the location of the gravestone, I can assume that my father and family must have lived in Kending Lembu. My grandfather owned a hotel in Indonesia until about 1924-25.
Do you know any of the history regarding Kending Lembu? Also wondering what field of work your grandfather was in.
Paul Herscheit
Let me introduce myself, my name is Fauzi Ismail as vice-manager at Kendenglembu. You can contact my staff to share information, her name is Indah as PIC. You cant contact her by email kendenglembuxii@gmail.com or on +6282221147778
with pleasure, sir.
I hope that your ancestors will find the best place with God. And we wait your coming, here.
This is phone number's (Mrs Ana) she is village Karangharjo sekretary, +6281231737465
Posting Komentar