Musik tradisional perkusi ini semula tumbuh ala kadarnya. Kini, dalam satu dekade telah menjadi sajian musik alternatif.
Alat-alat musik tradisional itu ditata berjajar rapi di altar. Sejurus kemudian datang serombongan orang, sekitar 25 personil, mengambil posisi di depan alat musik masing-masing. Aba-aba dikumandangkan. Semua personil mengangkat tangan sambil mengacungkan alat penabuh. Lalu terdengarlah suara menggemuruh bagai dentuman meriam bertubi-tubi.
Suara musik itu makin bertalu-talu. Makin lama permainan musik kian rancak, menghentak dan demonstratif. Semua tangan memainkan alat musik, semua personil berdendang dan bernyanyi. Bumi Taman Menanggal tempat kantor Dinas Pariwisata Jawa Timur pun seakan berguncang. Semua yang hadir bersorak dan ikut mendendangkan lagu SMS yang dipopulerkan pedangdut Trio Macan.
Permainan musik tradisional perkusi yang saat itu dimainkan grup Kramat Percussion asal Pamekasan Madura memang mampu menghipnotis semua pengunjung. Perlahan mereka mendekat lalu berjoged bersama. Jajaran Dinas Pariwisata Jatim, anggota klub motor Harley Davidson, Raka-Raki, dan pengunjung lainnya sontak ikut bergoyang. Seni perkusi ini sangat atraktif dan interaktif.
Tapi jangan bayangkan seni musik tradisional perkusi asal Madura ini langsung jadi seperti sekarang. Proses penggarapan awalnya cukup memeras otak para kreator dan aranser pemuda tanah garam. Tapi langkah hebat telah ditempuh sehingga dalam waktu lebih kurang empat bulan permainan musik perkusi itupun mulai menemukan bentuknya.
Diceritakan Syamsuddin, Pimpinan Kramat Percussion, awalnya mesti memilih alat yang mampu menimbulkan bunyi tertentu. Proses ini diakui tidak dengan mudah didapat, karena masing-masing alat harus memenuhi standar bunyi yang diinginkan. Kenapa mesti juga njlimet dalam memilih alat karena masing-masing bunyi yang ditimbulkan oleh tiap alat harus memunculkan irama yang sesuai.
Kalau kemudian dalam pencarian itu menemukan alat seperti kenong, klenang, dug-dug, bas, gong, kendang, rebana, seronen, tuk-tuk, dan tret-tet-tet, bukan berarti dalam waktu singkat. Sebagian bahkan ditemukan tidak dalam satu tempat. Ada yang ditemukan di Banyuwangi, Jember, selain alat-alat yang memang telah menjadi khazanah tanah Madura.
Setelah menemukan sembilan jenis alat musik itu bukan lantas pekerjaan menjadi mudah. Ada proses lanjutan yang tak kalah rumit yakni menggarap aransemen. Dijelaskan Syamsuddin, untuk memperkaya irama ia harus mengirim empat anak buahnya khusus untuk belajar aransemen lagu-lagu Jawa, Gandrung Banyuwangian, dan Jangir Balian.
Ditemukannya jenis alat musik itu, katanya, tidak serta merta berjumlah sembilan seperti sekarang. Seiring dengan makin bertambahnya kemampuan aranser, secara bertahap jenis musik yang dibutuhkan juga bertambah. Untuk tiap jenis alat pun bertambah sesuai irama yang dibutuhkan untuk mendapatkan komposisi tertentu.
Kolaborasi
Setelah lebih kurang empat bulan berjalan, Kramat Percussion mulai unjuk gigi. Lagu-lagu daerah Madura yang diaransemen ulang menjadi kian menarik dan demonstratif. Lagu-lagu daerah itu antara lain Karapan Sapi, Tanduk Majeng, Gelang Sooko, Nyelok Aeng, dan lainnya.
Sebagai musik yang interaktif, tak hanya lagu-lagu daerah yang diaransemen ulang. Lagu-lagu dangdut atau irama relijius pun digarap dengan aransemen khas. Sehingga, boleh dibilang, musik tradisional perkusi sangat terbuka untuk beragam jenis musik. Hanya, kata Syamsuddin, kalau ada permintaan manggung dengan request lagu-lagu baru mesti pesan dulu, paling tidak setengah bulan sebelumnya. Karena, diakui membuat aransemen lagu baru sesuai nafas permainan perkusi bukan hal mudah. Perlu proses mencipta dan mematangkan sebelum dipertunjukkan.
Selain terbuka untuk beragam jenis musik, perkusi juga terbuka untuk berkolaborasi dengan seni pertunjukan lainnya seperti tari atau karapan sapi. Kramat Percussion, misalnya, pernah berkolaborasi dengan kelompok tari anak-anak SMU Pamekasan dalam beberapa kali pertunjukan. Seperti penampilannya di Banyuwangi atau saat atraksi pembuka pada Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Atau ketika tampil di Jawa Tengah atas undangan pemerintah setempat, Kramat Percussion didapuk untuk mempertunjukkan permainan seni perkusi dengan iringan karapan sapi. Sepasang sapi karapan diarak berkeliling kota sambil perkusi terus ditabuh mendendangkan lagu-lagu daerah.
Selain karapan sapi, Kramat Percussion juga sering menampilkan sepasang singa. Tentu bukan singa betulan. Sepasang singa itu adalah bagian dari personil yang dibentuk seperti singa dengan kostum dan tata rias yang khas. Ketika pertunjukan berlangsung, sepasang singa ini kadang menjadi ikon yang memberi ciri khas kelompok Kramat Percussion.
Namun, ikon utama dari kelompok ini sesungguhnya adalah jangkrik. Ikon ini dibentuk dengan memanfaatkan mobil colt1000 yang dirias menjadi semacam binatang jangkrik. Membentuk binatang itu menggunakan janur untuk sungut. Sementara badan mobil dibungkus dengan kain untuk mendapatkan badan jangkrik. (Mengapa jangkrik sebagai ikon? Baca “Dari Gelap Cahaya Menuju Terang Budaya”).
Go Internasional
Permainan seni musik tradisional perkusi asal Pamekasan ini dipertunjukkan dalam berbagai acara dan perhelatan. Mulai dari acara sunatan, ulang tahun, perkawinan hingga perhelatan besar pada festival seni atau undangan kenegaraan. Mulai dari tingkat regional Jawa Timur hingga nasional.
Bahkan, menurut pengakuan Syamsuddin, kelompok Kramat Percussion dalam waktu dekat akan diundang ke Jepang, Brisben, dan Sidney. Kelompok ini diundang untuk ikut menyemarakkan festival seni budaya di sana. Penampilannya nanti berdiri sendiri, bukan ditempelkan dengan pertunjukan musik lainnya dalam bingkai kolaborasi.
Sebagai seni tradisional yang tumbuh dari daerah, undangan itu tentu sangat membanggakan. Karenanya, Syamsuddin dan kelompok Kramat Percussion bertekad akan menampilkan yang terbaik. Upaya yang direncanakan antara lain memperkaya aransemen lagu-lagu, baik lagu daerah maupun modern.
Rencana itu tidak bisa tidak menuntut kelengkapan perkakas perkusi agar mampu memunculkan komposisi yang mengesankan. Katanya, perkakas yang dimiliki sekarang bukan berarti kurang. Tapi perlu diadakan penambahan supaya menambah kekayaan nada dan irama. Kalau kebutuhan itu sudah terpenuhi, seni musik tradisonal perkusi tidak akan kalah dengan penampilan musik-musik modern. –hm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar