Selasa, 15 Januari 2008

Museum Santet: Merawat Sejarah Kesehatan

Dunia medis telah berkembang demikian pesat. Lalu benarkah sebagiannya bermula dari tradisi pengobatan tradisional berbau “mistis”?

Apakah santet benar-benar ada? Apakah bisa diperacaya, sakit yang diderita seseorang karena ada paku, rambut, gotri, atau tanah kuburan, di perut dan dadanya? Jawabannya bisa Anda temukan di Museum Kesehatan yang berlokasi di Jl. Indrapura 17 Surabaya. Ya, di museum yang kerap disebut orang sebagai museum santet ini, cukup menyediakan catatan ilmiah dari hasil penelitian bidang kesehatan yang berkembang di tanah jamrud katulistiwa ini.
Di salah satu ruang pamernya, terdapat etalase khusus yang menyimpan segala hal menyangkut santet. Ada alat santet berbentuk mangkok gerabah dan boneka orang dengan perut tertancap paku. Ada telor busuk, rambut, benang, dan banyak lagi. “Alat santet itu kita dapatkan dari dukun santet asli. Sedangkan yang ada di sekitarnya adalah barang-barang yang berhasil di keluarkan dari tubuh orang yang terkena santet,” jelas Mubaroch, Kepala Subbid Jaringan Informasi dan Perpustakaan Puslitbang Sisjakkes (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan).
Di samping itu, ada hasil scan foto bayi yang tampak penuh tancapan paku di dada dan perutnya. Ada scan foto lain yang memperlihatkan tiga buah gotri bersarang pada tulang iga orang dewasa. Fakta ini, katanya, jelas menggambarkan bahwa cerita seputar santet benar-benar ada dalam khasanah ilmu kesehatan kita. Ia bukan cerita isapan jempol. Bahkan, kasus medis seperti ini kadang tak tersentuh teknologi kesehatan modern. “Pengobatannya justru hanya dapat ditempuh dengan jalan lain, dengan kekuatan ilmu sejenis yang lebih positif,” tambahnya.

Warisan Budaya
Segala hal berkaitan dunia kesehatan yang dipamerkan di museum ini tidak melulu menyangkut teknologi kesehatan modern. Sebagian besar justru berkaitan dengan budaya kesehatan yang berkembang di tanah air. Alat-alat dan tradisi pengobatan yang dilakukan orang jaman dulu di penujuru nusantara, hampir semua ada di sini. Benda-benda itu sekaligus mengingatkan generasi penerus tentang budaya kesehatan yang pernah hadir di Indonesia, walaupun mereka tidak pernah mengalami.
Ratusan benda koleksi itu dipajang di sasana sesuai kategorinya. Di sasana Adhyatma memajang koleksi almarhum dr. Adhyatma MPH sewaktu menjabat Menteri Kesehatan RI (1988-1993). Di ruang sasana Kencana dipamerkan berbagai benda bersejarah berupa tanda jasa, lencana dari logam mulia, surat tanda penghargaan dan sebagainya yang terkait perjuangan upaya kesehatan. Diruang ini pula dipaparkan sejarah dan profil perintis museum kesehatan.
Sasana Kespro memamerkan berbagai peralatan terkait kesehatan reproduksi. Salah satunya ada wadah berbagai bentuk dan bahan untuk menyimpan ari-ari. Ada pula kursi antik dari Madura untuk wanita sehabis melahirkan atau nifas. Di sasana Genetika dipamerkan berbagai sarasilah dan silsilah garis keturunan yang erat kaitannya dengan ilmu genetika dari suatu trah atau dinasti. Di sini terdapat sarasilah dari keluarga berbagai kerajaan di Indonesia.
Bagian yang unik antara lain terdapat di sasana Kesehatan Budaya. Di ruang ini tergambar jelas betapa upaya kesehatan berdasar kepercayaan atau supranatural dan dunia gaib merupakan realitas budaya yang telah ada dan berkembang sejak jama dulu. Pengobatan berbau mitos dan gaib menemukan penjelasan ilmiahnya di sini. Berbagai hasil penelitian ilmiah yang sudah dibukukan digantung pada sisi-sisi etalase pamer. “Masih banyak obyek yang bisa diteliti untuk mengungkap sisi ilmiah dari pengobatan masa lalu itu,” tandasnya.
Selain sasana Medik dan non Medik yang memajang peralatan kesehatan modern dari waktu ke waktu, terdapat sasana Fauna. Di sasana ini dipertontonkan betapa banyak binatang yang memiliki kandungan untuk pengobatan. Ada binatang pembawa penyakit, tapi lebih banyak lagi binatang yang berfungsi untuk obat dan pengobatan.

Terlengkap
Museum yang diresmikan pada 14 September 2004 ini sebenarnya bernama "Museum Kesehatan Dr Adhyatma, MPH - Depkes RI". Nama dr. Adhyatma dipakai sebagai tanda jasa terhadap seorang dokter dan menteri yang amat peduli dengan kesehatan rakyat jelata. Ia adalah juga dokter yang amat peduli dengan dunia kesehatan dari aspek kultur yang pernah berkembangkan dalam tradisi pengobatan masa lalu.
Museum yang berada di gedung Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan (P3SKK) di bawah Departemen Kesehatan RI, diawali dengan berdirinya Museum Kesehatan di D.I. Yogyakarta pada tahun 1980. Sarana gedung cukup luas, tetapi isinya belum ada kecuali sebuah prasasti pembukaan. Fungsi sebagai museum juga belum dijalankan. Padahal, keberadaan Museum Kesehatan sebagai tempat mengumpulkan koleksi, konservasi, penelitian, dan mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang ide, perilaku dan hasil karya manusia terkait dengan aspek kesehatan merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditunda-tunda.
Beruntung ada Dr. dr. Harijadi Suparto, dari Puslitbang Pelayanan Kesehatan yang merintis dan memotori berdirinya Museum Kesehatan di Surabaya. Mula-mula, pada 1990 membuat Museum Intern Puslitbang Pelayanan Kesehatan yang mengkoleksi barang-barang lama yang akan dihapus. Setelah itu berkembang menjadi Museum Kesehatan yang lebih menasional, meski tanpa surat keputusan dan anggaran. Barang-barang koleksi didapat dari sumbangan para dermawan dan para peneliti selama riset di lapangan.
Koleksi benda di museum ini mencapai ratusan buah dan merupakan sarana pelayanan kesehatan yang digunakan sejak tahun 1950. Museum kesehatan ini juga dilengkapi Laboratorium Pengobatan dan Obat Tradisional, Laboratorium Tenaga Dalam, Laboratorium Akupunktur, dan perpustakaan. Dus, museum ini pun menjadi tempat wisata sejarah paling lengkap tentang dunia kesehatan di Indonesia. –hm/foto: an kus

Tidak ada komentar: